Tragedi mendaki gunung
Masih ingat tragedi yang menimpa pendaki asal Yogyakarta Eri Yunanto yang jatuh ke kawah Gunung Merapi di tahun 2015 lalu. Agar acara pendakian gunung kita tidak menjadi bencana bagi kita tentu persiapan teknik, fisik dan mental penting sebagai bekal awal pendakian. Semua supaya liburan kita tidak berujung tragis.
Liburan sekolah dan akhir pekan memang menyenangkan. Apalagi saat aktivitas melepas penat ini diisi dengan bertualang mendaki gunung. Tapi, jangan anggap sepele, semudah apapun trek pendakian kita tetap harus waspada dalam melakukan perjalanannya. Setidaknya ada beberapa peristiwa pendakian yang terjadi sejak sekitar 15 tahun lalu, yang berujung kabar buruk dan bisa diambil jadi pelajaran.
Pertama, saat Tim Wanadri berekspedisi ke Vasuki Parbat, Ghar India. Awalnya terlihat lancar. Langit cerah, angin pun bertiup sedang. Namun, kondisi itu drastis berubah saat menununjukan pukul 2 siang. Cuaca memburuk, seluruh puncak tertutup kabut. Saat angin menderu kencang, salah satu anggota terjatuh. Untungnya tak berakibat fatal, tertolong oleh tali yang mengikat perutnya.
Kedua, di tahun yang sama yakni pada tahun 1987, kegagalan tak hanya terjadi saat berniat ke puncak tertinggi. Tapi saat melangkah di kaki gunung, bahaya kerap bisa menghantui. Seperti yang dialami dulu oleh 4 anggota Aranyacala, kelompok pecinta alam Universitas Trisakti Jakarta yang melakukan ekspedisi ke dinding selatan Carstensz Pyramid, Papua. Tak pernah terlintas di benak mereka bakal tertimpa nasib buruk. Padahal fisik dan mental sudah siap. Umur perjalanan mereka hanya dua setengah hari sampai mereka dihadang perampok. Rombongan tewas, mayatnya dibuang ke sebuah lubang sedalam dua setengah meter. Sungguh tragis kalau mengingat persiapan ekspedisi tersebut.
- 10 Taman bungan yang indah nan eksotis di Indonesia
- 4 Gedung teater yang angker dan berhantu
- Wolbachia, bakteri pencegah penyebaran demam berdarah
Ketiga, yang paling tragis kalau kecelakaan itu disebabkan hanya karena ingin membuktikan diri. Hal ini sering dilakukan oleh para pendaki pemula. Agar dibilang hebat, mereka tak membawa makanan yang cukup, tidak menggunakan pakaian penahan dingin atau sepatu layak. Bahkan ada yang bertelanjang kaki dan tak menjaga sikap selama dalam perjalanan. Tak heran kalau kecelakaan kecelakaan itu justru terjadi di gunung gunung yang sebenarnya sudah berulang kali didaki orang.
Ya, kalau menghadapai medan yang sulit orang biasanya akan berkonsentrasi penuh dan hati-hati. Tapi kalau menemui medan yang gampang, maka mereka biasanya lengah. Seperti yang menimpa saat 24 anggota Werdhi Bhuwana, kelompok pecinta alam SMA 82 mendaki Gunung Gede kala itu.
Sehari sebelumnya mereka memang telah mencapai puncak. Tapi, tiga orang dari rombongan menolak turun bersama. Alasannya ingin menikmati pemandangan indah lebih lama lagi. Mereka masih ingin melewatkan waktu untuk beberapa hari ke depan. Padahal rombongan menyarankan agar ikut turun bersama sesuai waktu yang telah ditentukan. Akibat cuaca dingin, ditambah lagi persediaan makanan habis membuat berujung tragis. Beberapa hari berikutnya ketiga siswa SMA 82 tak ada kabar. Sekolah dibuat heboh, mereka dinyatakan menghilang tak ada informasi hingga hari ini.
foto terakhir Eri Yunanto sebelum jatuh ke kawah Merapi |
Keempat, Sembilan orang pendaki menderita luka-luka akibat letusan Gunung Gamalama di Ternate, Maluku Utara pada Kamis malam 17 Desember 2014. Sementara 1 lainnya yang sempat terjebak saat gunung meletus telah berhasil dievakuasi oleh Tim SAR gabungan.
“Korban adalah rombongan pecinta alam yang sedang mendaki Gunung Gamalama sejak Rabu 17 Desember 2014,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Sutopo mengatakan korban luka bukan karena akibat langsung dari erupsi gunung. Tetapi karena jatuh saat berlari menyelamatkan diri ketika terjadi erupsi sekitar pukul 23.00 WIB.
Kelima, di tahun 1992, Dunia petualangan Indonesia kembali berduka karena kehilangan dua orang terbaiknya, Norman Edwin dan Didiek Syamsu, anggota Mapala UI tewas diterjang badai di Gunung Aconcagua, Argentina. Tiga anggota tim lainnya adalah Rudi Nurcahyo, Fayez, dan Dian Hapsari.
Benar, pendakian gunung memang olahraga petualangan beresiko tinggi. Sering menyerempet kearah bahaya. Seberapapun hebatnya pendaki gunung karena seringnya menaklukan gunung tetap harus hati-hati dan selalu menjaga sikap disiplin. Untuk pemula, pendakian baiknya tidak dijadikan ajang pamer biar dianggap jagoan. Apalagi sampai teledor. Biar terhindar dari intaian maut.
sources:
http://jelajahjamparing.blogspot.co.id/