10 Ide kreatif dari sampah jadi rupiah
Hasil kerja keras dan kreativitas akhirnya mereka berhasil mengubah sampah menjadi rupiah. Aneka barang sampah mulai dari botol plastik bekas, limbah pabrik, limbah proyek bangunan, mereka olah menjadi barang-barang yang menarik yang bisa dijual lagi. Selain orang-orang dibawah ini, sebenarnya masih banyak kreativitas-kreativitas para pengolah sampah dan mengubahnya menjadi barang-barang berguna. Simak kreativitas mereka berikut ini.
1. Alat musik dari sampah
Dodong Kodir |
Mungkin Anda bertanya-tanya siapa nama yang terakhir disebut itu? Dodong Kodir adalah seorang seniman musik asal Bandung yang bisa dibilang unik dan kreatif. Keunikannya yaitu alat-alat musik yang dimainkannya adalah buatan sendiri yang berasal dari sampah atau limbah. Kekreatifan Dodong membuat alat-alat musik yang berasal dari limbah ini diawali dengan rasa kepeduliannya terhadap lingkungan.
“Apalagi dulu Bandung sempat terkenal dengan lautan sampah karena sampah yang menumpuk di mana-mana,” ungkap Dodong. Kepeduliannya terhadap lingkungan itu dia tuangkan dengan mendaur ulang sendiri sampah-sampah yang ada yang kemudian dijadikan alat musik. Selain itu, sejak kecil ia memang tertarik dengan segala bentuk bunyi-bunyian. Walaupun ia disekolahkan di sekolah teknik, tetapi jiwanya tetap haus akan seni. Peralatan-peralatan yang harusnya dipraktekan untuk disiplin ilmu bidang kajian elektro malah dia manfaatkan untuk memainkan bunyi-bunyian.
Hasil jerih payah, kreasi, dan inovasinya membuat alat musik dari sampah ternyata membawa berkah tersendiri bagi Dodong. Alat musik sampah buatannya ini telah membawanya berkeliling ke berbagai negara di dunia. Mulai dari tahun 1996 bersama Heri Dhim ia mengikuti sebuah pameran di Kopenhagen, Denmark. Kemudian, masih di tahun yang sama, ia tampil di sebuah acara teater musikal tiga negara, yaitu Jepang, Indonesia, dan Filipina, di Jepang.
Tahun 2005 ia berkesempatan mengunjungi negeri para dewa, Yunani untuk tampil dalam sebuah festival wayang. Kemudian tahun 2006 ia berpartisipasi dalam acara “100 Tahun Karya Mozart” yang diselenggarakan oleh UNESCO di Paris, Perancis. Kepiawannya memainkan alat musik sampah ini membawanya satu panggung dengan musisi etnik kelas dunia. “Saya satu-satunya perwakilan dari Indonesia saat itu,” kenang mantan karyawan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini.
2. Sampah bonggol jagung jadi rupiah
Edie Junaedi |
Ia pun mulai mencoba untuk berkreasi memanfaatkan bonggol jagung tersebut. Namun, ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Kegagalan demi kegagalan harus dialaminya selama dua tahun. Edie tidak tahu bagaimana cara untuk mengeraskan bonggol jagung yang bersifat rapuh. "Banyak masalah ketika itu. Pertama, nggak ada yang ngajarin saya buat kerajinan ini. Kedua, susah nanya karena nggak ada orang yang tahu. Kalau mau nanya, ya nanya ke diri sendiri," ucapnya.
Ia terus melakukan penelitian terhadap jagung yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerajinannya. "Saya cari jagung yang dipanen dalam keadaan basah. Artinya dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari atau diasap. Karena mikro organisme yg ada didalam bonggol jagung itu belum dalam keadaan hidup. Kemudian, saya lakukan treatment. Dicampur dengan bahan campuran yang saya racik sendiri agar bisa kuat dan tahan lama," paparnya. Kini, hasil jerih payahnya menuai keberhasilan. Eddie pun kerap dibanjiri pesanan. Harganya pun bervariasi, mulai termurah Rp 100.000 hingga termahal mencapai Rp 3 juta.
3. Limbah tulang ikan pari jadi benda seni
Kreasi dari limbah tulang ikan pari |
4. Berkah dari limbah tali plastik bekas pabrik.
5. Limbah botol plastik bekas
Bob Novandi |
6. Sampah jadi biogas
bahan bakar biogas dari sampah |
Sang suami, Tonton Paryono, yang bekerja sebagai petugas pengangkut sampah, sering mengeluh karena sampah yang diangkutnya di RW 11, Cibangkong, Kota Bandung, semakin hari semakin menggunung. Pasalnya, sejak 1997, Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung tidak lagi mengangkut sampah tersebut ke Tempat Pembuangan Akhir atau TPA, karena masyarakat di kawasan tersebut enggan membayar retribusi sampah.
Khawatir dengan keselamatan sang suami yang sewaktu-waktu bisa tewas tertimbun sampah, Dewi mulai mendapatkan ide untuk membentuk bank sampah. Sampah organik ia beri harga Rp 50 per kilogram, sedangkan sampah non-organik ia beri harga Rp 400 per kilogram. Ia juga membentuk sebuah komunitas dengan warga sekitar yang dinamakan komunitas ‘My Darling’, singkatan dari Masyarakat Sadar Lingkungan.
7. Penghargaan Danamon Award 2011
Khilda Baiti Rohmah |
Khilda menerima piagam dan hadiah uang tunai sebesar Rp 55 juta. Hadiah uang tunai sesuai dengan perayaan hari jadi Danamon yang ke-55 pada tahun ini. Sedangkan keempat peraih Danamon Award lainnya masing-masing akan menerima piagam penghargaan dan hadiah uang tunai sebesar Rp 35 juta.
Usianya relatif muda, 23 tahun, namun Khilda mahasiswi teknik lingkungan, Universitas Pasundan, memiliki pemikiran berbeda dengan rekan seusianya. Dengan modal uang saku sendiri, Khilda mengajak tukang sampah di lingkungannya memilah sampah organik dan non organik. Tak hanya berhenti di situ, Khilda menularkan semangatnya kepada warga sekitar untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah. Sampah organik diolah menjadi kompos dan non organik dibuat menjadi aneka kerajinan. Pada awal melakukan kegiatan ini di tahun 2007, tidak ada warga yang mendukung namun dengan keuletan dan semangat tinggi kini warga sadar sampah dan hasilnya dapat dinikmati. Saat ini ia tengah mengembangkan penemuannya tentang pengolahan sampah sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah.
8. Sampah kayu jadi rupiah
Pasutri pengolah limbah kayu |
"Saya nggak modal karena pakai limbah pabrik itu dan pengerjaan kita menggunakan gergaji pabrik di Malang. Dahulu kita masih melihat-lihat dan laku di pasaran tidak. acara pertama Expo pembangunan di Malang kita pamerkan produk kita. Dari acara itu kita mendapat masukan bentuk produk yang laku dan bermanfaat dipasaran. Tahun 1992 omset masih Rp 100.000 itupun jika ada acara saja," tuturnya. Dari pengalaman itu, Hery dan Retno kemudian mengubah desain pada produk kayu yang dibuatnya. Tahun 1995, mereka menambahkan desain buah-buahan seperti strawberry dan terus menambah desain pada tahun yang sama. Selain itu perluasan pasar kembali dilakukan walaupun belum masih lingkup Kota Malang Jawa Timur.
"Lama-lama kita tahu pasarnya, kemudian kita beli kayu gelondongan jenis Pinus atas izin Perhutani dan hasil produksinya saya titipkan ke toko-toko dan koperasi. Tahun 1995 kita memberikan motif strawberry dan tahun berikutnya kita terus menambah model," imbuhnya. Masa puncak bisnisnya terjadi pada tahun 2003, produk Hery dan Retno dilirik pasar Malaysia dan Jamaika. Akhirnya inilah pengalaman mereka untuk melakukan ekspor dan hasilnya negatif. Menurutnya tidak ada kesepakatan harga dan penipuan yang dilakukan eksportir membuat mereka menghentikan ekspor produknya ke Jamaika dan Malaysia.
9. Sukses dari limbah pabrik boneka
Nana Anang Sujana |
Mengawali usahanya, pemilik Hayashi Toys ini membeli limbah perusahaan boneka untuk dijual kembali. “Modalnya waktu itu Rp 500 ribu. Saya coba beli limbah boneka dari pabrik boneka yang saya kenal,” imbuhnya. Saat usahanya mulai membuahkan hasil, Nana mulai memberanikan diri membuat boneka sendiri, dengan dua mesin jahit dan dua karyawan, dia mulai berkarya dan memasarkan produk. Boneka hasil karyanya dipasarkan ke sejumlah pusat perbelanjaan di ibu kota.
Kualitas boneka yang bagus dan harga yang cukup bersaing, membuat boneka karyanya diminati para buyer. Nana pun tertarik untuk melebarkan sayap usahanya. “Waktu itu bisa membuka outlet di seluruh jabotabek,” katanya.
10. Kerajinan dari limbah kayu bangunan
Kreatifitas dari limbah kayu dan bambu |
Inilah suasana warung angkringan atau Hik, yang digambarkan secara detail oleh seorang perajin di Banyuanyar, Solo, bernama Gringsing Ibnu Handoko atau Inung, dalam sebuah karya kerajinan miniatur bambunya. Tak hanya interaksi pembeli dan penjual, bagian-bagian dari warung angkringan juga digambarkan dengan cermat, seperti ceret atau tempat pembuatan minuman maupun beraneka macam makanan yang dijual di warung angkringan tersebut.
Hasil karya Inung |
Dibanding menggunakan kayu, menurut Inung, pembuatan miniatur dari bambu ternyata lebih mudah dan sederhana. Pertama, bambu dibersihkan dan dipotong sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan. Potongan-potongan bambu inilah yang dirangkai menjadi miniatur dengan menggunakan lem. Agar terlihat lebih indah, biasanya dipadu dengan karung goni dan daun pisang kering. “Dibanding kayu, bahan bambu bisa lebih menampilkan detil miniatur yang ingin dibuat,” katanya.
Sejak dirintis setahun lalu, saat ini, kerajinan tersebut terus diminati banyak kalangan. Dengan dibantu dua temannya, dalam sebulan, Inung mengaku bisa membuat sekitar 10 kerajinan miniatur bambu berukuran besar dan sekitar 25 hingga 30 miniatur bambu. Tak hanya dari wilayah Solo dan sekitarnya, pesanan pun datang dari berbagai kota di Indonesia.
sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/
http://citizenmagz.com/
http://bisniskeuangan.kompas.com/
http://internetdanbisnis.blogspot.com/
http://www.merdeka.com/
http://www.voaindonesia.com/
http://www.tempo.co/
http://kisahsukses-pengusaha.blogspot.com/
http://anangsujana.com/
http://bursakreasi.blogspot.com/
video from http://youtube.com
bilamana terdapat kesalahan dalam artikel diatas, mohon diralat, terima kasih