Joko Anwar, sang sutradara film Gundala
Dunia perfilman Tanah Air sangat beruntung memiliki seorang Joko Anwar. Sutradara yang berintegritas yang kerap menghasilkan banyak judul film yang berkualitas. Di sela kesibukannya yang sangat padat, syukurlah ia menyempatkan diri untuk menjawab berbagai pertanyaan disajikan dalam tulisan ini. Lahir di Medan, 3 Januari 1976 silam, Joko Anwar dibesarkan dalam sebuah area yang tidak kondusif dengan beragam permasalahan untuk seorang anak tumbuh dan berkembang. Tingkat kriminalitas yang tinggi, narkoba, pernikahan dini, tawuran antarorganisasi kepemudaan, dan banyak ragam masalah lainnya menjadi bagian yang tak terlepaskan dari lingkungan seorang Joko Anwar tinggal.
Sebuah bioskop bernama Remaja Theater tak jauh dari rumahnya menjadi tempat bagi Joko Anwar kecil untuk menikmati nyamannya dunia. "Saya menemukan dunia yang bisa saya nikmati setiap kali menonton film. Waktu itu ada sebuah bioskop namanya Remaja Theater. Kalau saya punya uang, saya nonton di dalam bioskop itu. Kalau tidak, saya mengintip dari lubang ventilasi,” kenang Joko tentang masa kecilnya. Dari situlah seorang Joko Anwar merangkai perjalanan panjangnya hingga akhirnya kini menjadi seorang sutradara yang mumpuni di bidangnya.
Walau tidak pernah sekolah atau belajar film secara akademis, tapi kegemarannya menonton film dan membaca buku menjadi satu-satunya ilmu yang didapatinya untuk sebagai pegangan dalam merintis karier di industri film. "Saya tidak pernah sekolah film atau belajar film secara akademis. Hanya belajar dari menonton film dan baca buku. Jadinya banyak kesalahan tapi ya belajar terus," ungkapnya. Alhasil, Janji Joni (2005) menjadi film pertama yang ia sutradarai, dan meledak! Kesuksesan pun menghampirinya. Nama-nama seperti Nia Dinata, Afi Shamara, Sekar Ayu Asmara, dan Jajang C Noer adalah orang-orang yang ada di belakang Joko Anwar saat mengawali kariernya dalam industri film.
Sebagai seorang pelaku film, Joko Anwar tak luput untuk menjadi saksi perkembangan perfilman di Tanah Air. Menurutnya, perkembangannya memiliki kecenderungan yang minim bila dilihat dari sisi kreatif. Hal itu memberikan dampak terhadap tema film yang itu-itu saja. "Secara kreatif masih sangat minim. Kita belum punya tema yang banyak. Ini diperburuk oleh tidak adanya model pemasaran yang cocok diterapkan ke masyarakat yang sangat majemuk. Akhirnya banyak produser yang memilih main aman membuat film yang temanya itu-itu lagi." terang Joko.
Sedikit melenceng dari dunia film, Joko Anwar sebagaimana kita tahu, menjadi satu dari sekian banyak orang yang kritis terhadap kondisi sosial politik negeri ini. Tidak sedikit ia berkicau di akun Twitter miliknya untuk mengutarakan pendapatnya tentang isu tersebut. "Kondisi sosial politik di Indonesia saat ini sama dengan tren global, dunia sedang mengayun ke kanan," ujarnya berpendapat Masih terasa dan belum hilang bagaimana pada saat Pilkada DKI Jakarta kegaduhan terjadi. Salah satu yang kentara adalah isu intoleransi yang hingga kini mungkin menimbulkan ekses yang membekas dalam kehidupan sosial di masyarakat. Menanggapi ini, sekali lagi Joko Anwar menegaskan bawah hal tersebut memang bukan saja sedang terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi tren di dunia, dalam lingkup politik.
Menurutnya, penyebab terbesar ada di dalam perkembangan digital, internet, saat informasi dapat dengan mudah diakses tanpa diketahui lebih dalam benar atau tidaknya informasi itu disebarkan. Hasilnya, banyak di antara masyarakat yang terekspos dengan gaya hidup orang lain yang berbeda nilai dengan nilai-nilai yang diajarkan ke mereka. Lanjutnya, dahulu gegar budaya terjadi bila seseorang secara fisik pergi ke tempat lain, mengambil contoh migrasi orang desa ke kota, atau orang dari timur ke barat. Namun, sekarang gegar budaya terjadi setiap kali orang membuka ponsel. Banyak masyarakat menjadi bingung dan merasa sendiri. Hal ini menyebabkan masyarakat berusaha berpegangan pada sesuatu Dan yang paling gampang adalah berpegangan pada agama. "Dengan demikian, mereka merasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar dan kuat. Sehingga kalau mereka merasa pegangan mereka diganggu atau dibenturkan, reaksi mereka akan berlebihan. Berbeda dengan orang yang dekat dengan agama karena alasan spiritual," jelasnya. Langkah yang dapat ditempuh untuk menepis hal ini dapat dimulai dari lingkungan yang paling dekat, seperti teman dan keluarga. "Jaga teman-teman dan keluarga supaya tetap rasional dan toleran," tegasnya lagi.
Melihat dan mengalami kondisi sosial politik saat ini, sepertinya tidak serta merta membuat Joko Anwar untuk memalingkan diri berpindah profesi dengan menjadi seorang politikus, apalagi anggota DPR. "Tidak akan pernah gabung di DPR. Saya tidak percaya politikus atau partai politik," katanya. Mencari sumber daya manusia yang jujur, pintar, dan pekerja keras menjadi tiga poin penting dari Joko Anwar untuk mereka yang ingin memimpin bangsa ini. "Indonesia itu negara yang penduduknya banyak tapi belum berdaya atau diberdayakan. Padahal yang paling sustainable yang kita punya adalah sumber daya manusia. Sumber daya alam bisa habis." Setidaknya itu anggapannya kala mendeskripsikan Indonesia. Terima kasih mas Joko Anwar, merdeka!
sources:
https://kumparan.com/@kumparanhits/kata-joko-anwar-soal-gundala-disebut-film-mahal-1rh5LVVbZq5
https://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Anwar