Bakteri Wolbachia pipientis merupakan bakteri gram negatif intraseluler yang sering ditemukan pada kelas nematoda, crustacea, arachnida serta sebagian besar serangga. Wolbachia menginfeksi berbagai jenis organ termasuk organ reproduksi dan dapat ditemukan dal sel telur yang matang, sehingga infeksi ini akan diturunkan oleh betina yang terinfeksi. Interaksi bakteri Wolbachia dengan sel iang yang ditumpanginya bersifat mutualistik, yaitu inang perlu "terinfeksi" dengan Wolbachia untuk dapat bereproduksi dan bertahan hidup. Namun interaksi yang bersifat parasitik juga dapat terjadi, yaitu infeksi Wolbachia akan memperpendek masa hidup inang yang ditumpanginya.
Saat terkena bakteri Wolbachia, nyamuk tidak mampu menyebarkan berbagai virus penyakit
Infeksi Wolbachia yang dapat memperpendek masa hidup inang dipergunakan sebagai cara untuk memutus rantai tranmisi patogen kepada manusia. Usia merupakan faktor yang penting bagi vektor untuk dapat mentransmisikan patogen, termasuk virus. Hal ini dikarenakan beberapa patogen memerlukan waktu inkubasi ekstrinsik di tubuh vektor sebelum akhirnya siap untuk ditransmisikan dan menginfeksi manusia. Dengan demikian, hanya vektor-vektor yang berthana hingga masa inkubasi ekstrensik patogen selesai-lah yang berperan dalam transmisi patogen tersebut kepada manusia.
Berdasarkan kemampuan bakteri Wolbachia yang dipercaya dapat membantu memutuskan rantai transmisi virus melalui vektor serangga, Scott O'Neill ilmuwan asal Australia bersama dengan rekan-rekannya memulai penelitian Wolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor virus dengue penyebab demam berdarah. Namun demikian, bakteri Wolbachia tidak umum menginfeksi Aedes aegypti sehingga pada tahun 2009 McMeniman dkk melakukan tranfer bakteri Wolbachia kepada nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan masa hidup nyamuk berkurang hingga setengah kali dari normal. Percobaan transfer yang dilakukan di laboratorium ini dinilai cukup stabil dan strain Wolbachia juga dapat diturunkan secara material dalam frekuensi yang cukup tinggi.
Efek antivirus Wolbachia juga diteliti pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi dengan virus dengue. Nyamuk yang terinfeksi Wolbachia diberikan darah yang terinfeksi dengan DENV-2 dan didapatkan tidak ada nyamuk dengan infeksi Wolbachia memberikan hasil yang positif terhadap pemeriksaan virus DENV-2 pada hari ke-7 maupun hari ke-14 pasca pajanan. Sementara 30-100% nyamuk yang tidak terinfeksi Wolbachiamenujukkan hasil tes yang positif pada tga eksperimen berbeda. Eksperimen lain dengan menyuntikkan virus DENV-2 intratorakal pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia menunjukkan titer DENV-2 RNA yagn jauh lebih rendah dibandingkan dengan nyamuk yang tidak terinfeksi Wolbachia. Bahkan pemeriksaan saliva nyamuk terinfeksi Wolbachia menunjukkan hasil yang negatif terhadap virus pada hari ke-14 pasca pajanan.
Setelah melakukan berbagai eksperimen lainnya dan pertimbangan yang matang, tim peneliti Australia yang dipimpin O'Neill ini akhirnya melepaskan beberapa ratus ribu nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi Wolbachia di Queensland pada tahun 2011. Dalam sebulan, diharapkan bakteri Wolbachia semakin menyebar melalui keturunan yang dihasilkan oleh induk yang terinfeksi. Namun demikian , kemampuan reproduksi nyamuk yang terinfeksi dengan Wolbachia mengalami penurunan sehinga penyebaran bakteri ini di kalangan nyamuk tidak secepat dan semudah yang diperkirakan.
Oleh karena itu pada tahun 2013, Prof. Hoffmann dan Turelli memasukkan gen yang bersifat resisten terhadap insektisida ke dalam tubuh nyamuk bersama dengan Wolbachia yang ternyata membuat penyebaran bakteri ini kepada nyamuk lain menjadi lebih efektif. Prof. Hoffmann juga menyatakan bahwa induk nyamuk dengan gen resistensi isektisida dan bakteri tersebut secara bersamaan sehingga tidak perlu khawatir adanya keturunan nyamuk yang resisten insektisida namun tidak terinfeksi dengan Wolbachia.
Penemuan manfaat Wolbachia dalam mencegah transmisi virus melalui vektor serangga terutama nyamuk ini memberikan harapan baru di dalam pencegahan penyakit vector-borne disease seperti demam berdarah. Tidak hanya demam berdarah, penelitian Wolbachia pun telah dikembangkan untuk penyakit chikungunya dan malaria.
Wolbachia di Indonesia
Di Indonesia, para peneliti di Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran UGM yang tergabung dalam Eliminate Dengue Project (EDP) telah melakukan pelepasan nyamuk terinfeksi Wolbachia di wilayah Yogyakarta tepatnya di wilayah Kronggahan dan Nogotirto, Kabupaten Sleman. Pelepasan nyamuk terinfeksi Wolbachia ini lebih bertujuan untuk menguji apakah populasi nyamuk yang awalnya dikembangkan di laboratorium itu dapat bertahan di lingkungan alami, bukan untuk menguji pengaruhnya terhadap jumlah kasus demam berdarah yang merupakan endemi di lokasi pelepasan nyamuk. Namun demikian, diharapkan nyamuk yang terinfeksi Wolbachia ini akan menurunkan angka kejadian demam berdarah berdasarkan bukti-bukti yang didapat dari penelitan yang telah ada. Di Asutralia, setelah sekitar 3 tahun pasca pelepasan nyamuk terinfeksi Wolbachia, belum dapat dilakukan pengukuran pengaruh pelepasan ini terhadap jumlah kasus demam berdarah dikarenakn jumlah kasus demam berdarah yang terjadi disana memang sudah rendah sejak awal.
Untuk bisa bertelur, nyamuk memerlukan darah sebagai makanannya. Para peneliti yang proyek Eliminate Dengue bergantian menyumbangkan darahnya. Mereka bukan menyumbang darah ke PMI, tapi untuk digigit oleh nyamuk-nyamuk pembawa bakteri Wolbachia. Orang yang digigit oleh nyamuk ini tidak akan terkena DBD atau demam berdarah tapi akan tetap merasa gatal seperti digigit nyamuk.
Bill Gates, pendiri Microsoft yang merupakan salah satu orang terkaya di dunia, juga peduli untuk memberantas penyakit demam berdarah ini. Dia sempat datang ke Yogyakarta untuk mendukung proyek Eliminate Dengue. Sebagai orang terkaya di dunia, tentu saja dia membantu dengan memberikan sumbangan berupa uang. Untuk yang ini, dia tidak hanya memberi uangnya, tapi juga darahnya. Pak Bill merelakan tangannya untuk digigit oleh nyamuk pembawa bakteri Wolbachia. Tentu saja tangannya akan menjadi bentol-bentol!
sumber:
dr. Steven Sihombing, MD Tabloid, Nov 2014
Lauren MH, et al, scinece 2008; 322 (5902): 702
Moriera LA, et al, Cell 139, 1268-1279; 2009
McMenimann CJ, et al, Science 2009; 323 (5910): 141-4. 4. Hoffmann AA, Turelli M. Proc R Soc B 280:20130371
http://nationalgeographic.co.id/
http://bobo.kidnesia.com/
Bilamana terdapat kesalahan, mohon diralat, terima kasih