Peninggalan gedung-gedung bersejarah peninggalan masa kolonial Belanda, terutama gedung hotel-hotel yang mengukir sejarah pariwisata di Indonesia.
Apalagi pada tahun 1910, Belanda membuat biro wisata yang menerbitkan buku panduan wisata lengkap dengan pembuatan brosur untuk promosi. Buku-buku dan brosur-brosur tersebut menampilkan eksotisme bumi nusantara yang ditulis oleh penjelajah Nusantara sebelumnya. Hasilnya, pemerintah Hindia Belanda berhasil membangun kejayaan Pariwisata di awal abad 20-an.
Meskipun diakhir abad ke-19 telah berjamur penginapan perisitirahatan, Pemerintah Hindia Belanda membangun hotel-hotel dibeberapa kota besar dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan turis-turis yang berwisata. Bila anda ingin berwisata sejarah menginap di hotel, cobalah hotel-hotel berikut ini.
1. Hotel Inna Dibya Puri, Semarang (1847)
Hotel ini tak kalah tua dengan hotel-hotel lainnya lantaran Hotel di Semarang ini dibangun tahun 1847. Hotel ini menawarkan sensasi keindahan arsitektur hotel yang pada zaman Penjajahan Belanda bernama Du Paviliun itu. Dan konon di tahun 1945, hotel ini pernah menjadi markas pejuang. Akibat pertempuran lima hari di Semarang, beberapa bagian bangunan, seperti dinding dan jendela mengalami kerusakan.
2. Hotel Salak The Heritage, Bogor (1856)
Awalnya hotel ini bernama Bellevue Dibbets Hotel dan dibangun pada tahun 1856. Sejak awal dibuka, hotel ini menjadi hotel bagi kalangan atas kolonial Belanda. Hotel tersebut dimiliki oleh orang Belanda yang masih memiliki hubungan dengan salah satu Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Bogor dulunya disebut Buitenzorg atau kota untuk beristirahat. Begitu pula fungsi awal Bellevue Dibbets Hotel. Ia dibangun sebagai hotel untuk beristirahat. Namun, karena Buitenzorg juga menjadi pusat penelitian aneka tumbuhan tropis Jawa dan perkebunan, hotel ini pun menjadi tempat pertemuan para pemilik kebun sampai staf pemerintahan.
Di era pendudukan Jepang, hotel tersebut menjadi markas militer Jepang. Namun di tahun 1948, hotel tersebut pun kembali ke fungsi awalnya dan berubah nama menjadi Hotel Salak.
3. Hotel Sriwijaya, Jakarta (1863)
Letak hotel ini ada di pojokan Jalan Veteran dan Jalan Veteran I, Jakarta Pusat. Dari Stasiun Juanda, hotel ini berada di sisi kanan tak jauh dari Masjid Istiqlal. Tembok hotel ini memanjang hingga ke Jalan Veteran I mendekati kedai es krim Ragusa. Conrad Alexander Willem Cavadino atau CAW Cavadino yang memulai usaha restoran dan kue di tahun 1863. Tempat usaha ini dibangun persis di pojokan Rijswijk (Jalan Veteran) dan Citadelweg (Jalan Veteran I). Di tahun 1872 Restoran Cavadino berubah menjadi Hotel Cavadino sementara usaha ritelnya dilakukan di sebuah tempat usaha bernama Toko Cavadino yang berada di depan bangunan hotel.
Dari sebuah iklan di tahun 1894, Toko Cavadino disebut sebagai toko yang menyediakan permen, cokelat, cerutu Havana, Belanda dan Manila hingga bir, anggur, dan minuman beralkohol lainnya. Bahkan, begitu terkenalnya usaha ini sampai-sampai jembatan di depan hotel ini dinamakan Jembatan Cavadino (Cavadino Bridge). Jembatan itu kini berada di samping Hotel Sriwijaya, sejajar dengan pintu masuk ke hotel tersebut.
Sebenarnya CAW Cavadino tak lagi sebagai warga Batavia sejak tahun 1870 meskipun demikian, usahanya tetap menggunakan nama Cavadino & Co. Hotel Cavadino dan bertahan sampai tahun 1898. Namun sejak 1899 hotel itu berubah nama menjadi Hotel du Lion d’Or. Di tahun 1941 hotel itu sudah berubah nama lagi menjadi Park Hotel. Dan diperkirakan sekitar pertengahan tahun 1950-an nama hotel itu berubah menjadi Hotel Sriwijaya.
4. Hotel Savoy Homann Bidakara, Bandung (1871)
Nama hotel yang berada di Jl Asia Afrika 61 ini diambil dari pendirinya, yaitu Mr. A. Homann, seorang berkebangsaan Jerman yang membuka hotel tersebut pada 1871-1872. Setelah Mr A. Homann meninggal, pimpinan perusahaan lalu diambil alih oleh istrinya. Istrinya lalu mengadakan perubahan dengan mendirikan bangunan baru yang menghadap ke Jalan Asia Afrika dengan nama Savoy. Pada tahun 1938, pemilik barunya yaitu Mr. F.J.A Van Es meminta A.F Aalbers untuk mendesain ulang bangunan hotel ini dengan gaya modern fungsional art deco geometric. Pada Konferensi Asia Afrika tahun 1955, hotel ini pun menjadi tempat bermalam para peserta Konferensi. Sejak tahun 2000, Hotel Savoy Homann berpindah tangan ke Grup Bidakara dan namanya menjadi Hotel Savoy Homann Bidakara.
5. Hotel Grand Preanger, Bandung (1879)
Pada tahun 1879, seorang Belanda bernama WHC Van Deertekom mengambil alih sebuah toko yang bangkrut di daerah Groote Postweg (kini Jalan Asia Afrika) dan merenovasinya menjadi sebuah hotel yang dinamakan Hotel Preanger. Arsitektur awalnya adalah Indische Empire. Nama Preanger bersumber dari kata Preangerplanters. Preangerplanters adalah julukan bagi para pengusaha perkebunan bangsa Belanda di Priangan. Namun pada tahun 1920-an, Hotel Preanger ini kemudian dibongkar dan didirikanlah bangunan baru dengan gaya arsitektur art deco geometric, hasil rancangan C.P. Wolff Schoemaker dan juru gambar Ir. Soekarno. Grand Hotel Preanger berlokasi di Jl Asia Afrika No 81, Bandung.
6. Hotel Inna Dharma Deli, Medan (1898)
Inna Dharma Deli merupakan satu hotel peninggalan zaman Hindia Belanda.Dari banyak gedung bersejarah di Medan,bangunan hotel yang dulunya bernama De Boer ini merupakan salah satu gedung bersejarah yang masih dipertahankan.Hotel Dharma Deli merupakan satu unit hotel dari PT National Hotels and Tourism Corp Ltd (Natour) yang merupakan persero pemerintah di lingkungan Kementerian Pariwisata Pos dan Telekomunikasi RI yang bergerak dalam bidang jasa perhotelan dan restoran.
Manajer Marketing Hotel Inna Dharma Deli Sahrial Azhar mengungkapkan bahwa Hotel Dharma Deli merupakan penggabungan dua unit hotel, yaitu Hotel Wisma Deli dan Hotel Dharma Bakti (eks Hotel De Boer). Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 4/1973 dinyatakan bahwa eks Hotel Wisma Deli dan eks unit Hotel Dharma Bakti (eks Hotel De Boer) dijadikan satu unit,yaitu unit Hotel Dharma Deli dan dimasukkan dalam modal negara Indonesia pada PT Natour.
7. Hotel Majapahit, Surabaya (1910)
Hotel ini dibangun sejak tahun 1910 dengan fungsi bangunan yang tidak berubah sebagai hotel, sebelumnya hotel ini diberi nama Oranje Hotel Lucas Martin Sarkies asal Armenia. Akibat Perang Dunia II, Jepang menguasai bumi nusantara. Oranje Hotel pun diambil alih dan berganti nama menjadi Yamato Hoteru. Nah, di tahun 1945, sebuah peristiwa bersejarah mengambil tempat.
Hampir tak ada orang Indonesia yang tak mengenal kejadian perobekan kain biru bendera Belanda menjadi bendera merah-putih. Saat itu, pagi hari di 19 September 1945, Mastiff Carbolic mengibarkan bendera Belanda.
Masyarakat Indonesia yang melihat bendera itu pun marah dan naik ke atas hotel. Bendera Belanda diturunkan, lalu warna biru dirobek. Bendera Merah Putih pun dikibarkan. Di tahun 1946, hotel kembali dikelola oleh Sarkies dan mengganti nama hotel menjadi Hotel L.M.S. Sampai kemudian di tahun 1969, hotel berubah nama lagi menjadi The Majapahit. Hotel sempat dikelola oleh jaringan hotel Mandarin Oriental Group sehingga diberi tambahan nama Mandarin Oriental Majapahit Hotel Surabaya di tahun 1996.
8. Hotel Pelangi, Malang (1916)
Di kota Malang ada hotel tua yang bernama Hotel Pelangi yang letaknya di Jl. Merdeka Selatan No. 3. Kalau dihitung-hitung dari semenjak hotel ini berdiri, sekarang umurnya kurang lebih sudah 96 tahun lantarannya hotel ini suda ada di Malang dari tahun 1916.
Nama hotel ini awalnya bukanlah Hotel Pelangi melainkan bernama Hotel Palace entah kenapa bisa berubah nama. Nah, yang menarik dari hotel yang punya 50 kamar ini terletak dari arsitekturnya yang mempunyai ciri khas yaitu adanya Menara Kembar yang dahulunya digunakan sebagai menara pengawas.
Untungnya dibuat kokoh karena sampai saat ini di dalamnya masih terjaga keasliannya, bentuk lantai, plafon dan tegel-tegel dinding bergambar pemandangan negeri kincir angin yang eksotis.
9. Hotel Hermitage, Jakarta (1923)
Kendati merupakan bangunan lawas, Hotel Hermitage jauh dari kesan angker. Alih-alih seram, tampang hotel ini justru terlihat cantik dan klasik. Hotel Hermitage yang berlokasi di Jalan Cilacap Nomor 1, Menteng, Jakarta Selatan, adalah peninggalan Belanda yang didirikan pada 1923.
Dulunya, bangunan warna putih ini dipakai sebagai kantor telekomunikasi Belanda bernama Telefoongebouw. Setelah Indonesia merdeka, Telefoongebouw dimanfaatkan untuk kantor Departemen Pendidikan dan Pengajaran, pernah jadi kantor Presiden Sukarno, dan sempat jadi kampus Universitas Bung Karno hingga akhir 1990-an. Baru pada 2008, salah satu bangunan cagar budaya ini diambil alih PT Menteng Heritage Realy dan disulap jadi hotel bintang lima. Hotel ini diresmikan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama awal Juni lalu.
10. Hotel Splendid Inn, Malang (1924)
Masih di Malang, lanjut lagi ke hotel yang bernama Hotel Splendid Inn. Arsitektur dari gedung yang dibangun pada 1924-1930 ini bergaya Nieuwe Bouwen (berbentuk kubus dan atap lurus) membuat bangunan ini masih kokoh berdiri sampai sekarang. Banyak turis asing dari Belanda yang bernostalgia di tempat ini. Fasilitas yang ada pun relatif sama dengan hotel-hotel berbintang, sehingga sesuai dengan anda yang ingin beristirahat dalam nuansa tempo dulu.
Selain kedua hotel di atas, kota ini juga mempunyai hotel yang tak kalah bersejarahnya yaitu Hotel Graha Cakra yang berada di Jl. Cerme 16. Hotel berbintang tiga ini dahulu adalah bekas gedung Radio Republik Indonesia (RRI) Malang yang pernah rata dengan tanah karena hancur saat pecah Perang Clash ke-1 pada 1947. Untuk gaya arsitektur dari hotel ini masih menerapkan gaya yang sama dengan Hotel Splendid Inn yaitu gaya Nieuwe Bouwen yang populer pada 1935 karya arsitek Belanda, Ir. Mulder
sumber:
http://travel.kompas.com/
http://direktori-hotel.blogspot.com/
http://klmpok4-museologi.blogspot.com/
http://klikhotel.com/
http://www.tempo.co/
http://wisataohhwisata.blogspot.com/
Bilamana terdapat kesalahan dalam artikel diatas, mohon diralat, terima kasih.